Okeh teman-teman seperjuangan yang tidak senasib tidak pula sepenanggungan setelah berhasil membersihkan kamar saya yang amburadul dan menyingkirkan 2 ekor bangkai burung hantu (yang terakhir bo’ong) maka kembalilah saya ke hadapan laptop uzur berusia 4 tahun dengan maksud untuk mengetik naskah proklamasi lanjutan kisah perjalanan saya di semarang-karimun jawa.
Saya tiba di rumah Andini sekitar pukul 23.30 malam. Disana saya langsung disuruh makan sama Ibunya Andin karena memang sepanjang perjalanan tadi saya dan andin emang belum makan sama sekali. Setelah makan dan berbenah saya langsung tertidur pulas di kamar tamu yang telah disediakan (untung bukan di kamar mandi ataupun kandang kambing tetangga). Pagi hari pertama di Semarang saya habiskan bersama Andini dengan berkeliling kota mulai dari foto-foto alay gak jelas di Gereja Blendhug, masuk ke art gallery, muter-muter kota tua Semarang hingga akhirnya ditutup dengan nongkrong di masjid kampus Undip tembalang sambil menemani andin bernostalgila bersama teman-teman SMAnya.
Tibalah keesokan harinya tanggal 28 Mei 2010 pukul 09.17 (ngasal to the max) Ayah Andin, Pak Rahmat Wiguna dengan segala keikhlasan ternyata berkenan mengantar saya ke terminal untuk mencari bus demi melanjutkan perjuangan ke karimun jawa. Selepas berpamitan dan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar Andini Dyahlistia karena telah diperkenankan untuk menginap serta menguras jatah beras dan lauk pauk maka berangkatlah saya dengan diantar oleh Pak Rahmat Wiguna menuju terminal. Sesampai di terminal, Pak Rahmat menyarankan agar saya naik bis besar jurusan Kudus dan sesampai di Kudus berganti bis menuju Jepara. Saya pun mengiyakan usulan tersebut dikarenakan memang saya masih newbie untuk bekpekeran di daerah Jawa Tengah. Bis pun melaju menuju kudus. Dengan karcis seharga 6000 perjalanan menuju Kudus memakan waktu yang cukup singkat, hanya 1 jam saja (teringat penggalan lirik lagu ST12).
Sesampai di Kudus, saya pun mencari kendaraan untuk melanjutkan perjalanan menuju terminal Jepara. Setelah melakukan kegiatan favorit saya (celingak-celinguk) akhirnya saya memutuskan untuk menerima penawaran seorang bapak (sebut saja Bapak Budi, bukan nama sebenarnya) yang menawarkan jasa angkotnya. Saya yang merasa tidak punya pilihan akhirnya ikut saja naek ke angkot . Di angkot Bapak Budi tsb ternyata sudah dipenuhi 1 rombongan keluarga yang mau pergi ke kondangan. Penampilan saya yang Cuma pake kaos+celana jeans+sandal jepit tampak kontras dengan penampilan keluarga tsb. Beruntung terdapat 2 orang lain yang ternyata bukan bagian dari rombongan keluarga goes to kondangan tersebut. Angkot pun melaju 10 menit kemudian. Namun ternyata terjadi hal yang menyebalkan, kira-kira 30 menit angkot berjalan ternyata kami , lebih tepatnya saya dan 2 orang non keluarga goes to kondangan, diturunkan di tengah jalan dan dioper ke angkot yang lain. Apakah kekesalan berhenti sampai di situ saja? Ternyata tidak. Sebagai konsumen ternyata saya lagi-lagi dirugikan karena menghadapi kenyataan bahwa angkot tsb tidak beroperasi hingga ke terminal Jepara, hanya sampai Njetak, posisinya kira2 adalah perbatasan Kudus-Jepara. Well, saya bingung pada saat itu dan mendadak bengong. Tampaknya salah satu bapak yang merupakan non keluarga goes to kondangan (sebut saja Bapak Bidu, lagi2 hanyalah merupakan nama bo’ongan) menyadari kebingungan saya. Bapak Bidu tersebut jika saya deskripsikan raut wajahnya maka menurut teori lombrosso telah pantas digolongkan sebagai orang jahat karena susunan giginya yang tdk beraturan, tulang pipi yang panjang dan jenggot yang tumbuh dibawah dagu (yaiyalah, masa di bawah kuping). Meski penampilannya cukup mencurigakan, namun ternyata bapak bidu tersebut ternyata baik sekali. Karena di tengah kebingungan yang melanda jiwa tersebut, Bapak Bidu mendekati saya dan berkata “Mbak, mohon sedekahnya,mbakk…”. Tapi ehm, bukan ding. Yang bener adalah bapak Bidu memberitahu saya bahwa jika ingin melanjutkan perjalanan menuju terminal Jepara maka saya harus naik bis kecil (semacam kopaja) seharga 7rb yang akan langsung turun di terminal Jepara. Tak hanya itu bapak Bidu juga menunjukkan kepada saya bis yang dimaksud tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih saya pun langsung berlari-lari menyergap (lu kira maling disergap? ) bis tersebut yang ternyata masih kosong dan masih ngetem lumayan lama, oh maaaan. Setelah ngetem cukup lama disertai dengan teriakan Nurdin Halid turun yang menggema dari para supporter, ups kayaknya ini suasana Di GBK,deh bukan di dalam Bis. Well,jadi yang bener setelah banyak penumpang yang mulai berkicau karena bis tak kunjung berangkat, akhirnya dengan berat hati namun riang gembira supir bus pun segera melajukan kendaraannya. Perjalanan berlangsung dengan oksigen yang seadanya dikarenakan bis yang penuh sesak tapi yap, inilah nikmatnya travelling ala backpacker. Saya jadi bisa lebih tau bagaimana kondisi suatu masyarakat, memahami masalah-masalah bangsa yang tidak pernah terekspos media dan tidak jarang pula bertemu dengan teman-teman baru di tengah perjalanan. Yeah, I do love Backpacking. Ok,next setibanya di terminal Jepara saya pun langsung mencari becak untuk menuju penginapan. Saya sengaja menginap H-1 di Jepara karena khawatir kalo misalnya saya baru berangkat hari H ke Jepara maka saya akan ketinggalan kapal dan kehilangan kesempatan berlibur ke Karimun Jawa. Oke, Postingan kali ini saya hentikan disini dulu dikarenakan saya mau nonton first leg Indonesia VS Malaysia dulu. Bubaaayyy. Sampai jumpa di postingan berikutnya.
saya di depan gereja Blendhug |
Andini Dyahlistya, 19 tahun, Teman seperjuangan |
Salam Olahraga ------------> Masih dalam Suasana AFF, First Leg Indonesia VS Malaysia.